31 Januari 2009

Resiko Mimpi

Selesai sudah persiapan saya, baru persiapan awal, menjadi entrepreneur, dengan cara berusaha menghidupi semua biaya perjalanan hanya dengan barang-barang bawaan saja.

Mungkin ini memang resiko dari sebuah mimpi, yang saya pilih untuk saya jalani. Hidup di pulau terpencil memang membutuhkan effort ekstra. Berangkat bukan untuk jadi pegawai yang gajinya tiga kali lebih besar daripada di kota besar.

Sebenarnya saya sudah pernah melakukan hal seperti ini, namun hasilnya tidak sebaik yang saya harapkan, prinsip hidup orang-orang disana rupanya sangat berbeda dengan prinsip orang-orang kota. Selain prinsip, terlalu banyak hal lainnya yang juga berbeda, seperti gaya hidup, kebutuhan, etika, pergaulan, dan mungkin masih banyak hal lainnya. Dengan bermodalkan pola pikir orang kota, saya coba membaur dengan mereka, yang ternyata tidak dibutuhkan disana.

Saat ini saya sudah mengetahui apa yang mereka butuhkan, setidaknya itu yang mereka minta ke saya. Mudah-mudahan usaha saya kali ini sesuai dengan harapan yang saya inginkan. Sehingga mimpi kecil ini bisa mendukung mimpi-mimpi yang lebih besar lagi.

06 Januari 2009

Persimpangan Hidup


Hari ini, setahun yang lalu, merupakan salah satu poin yang penting dalam hidup saya. Sangat penting karena telah menjawab pertanyaan yang telah lama menghantui diri ini, "Akan menjadi orang yang seperti apakah saya? Seorang yang mememperjuangkan mimpi, atau seseorang yang mengorbankan idealisme."


Semasa kuliah saya selalu bertanya kepada diri saya sendiri, "Apa yang akan saya lakukan setelah ini?". Setelah lulus, saya juga masih belum merasa nyaman dengan keadaan saya, yang otomatis hanya melanjutkan apa yang saya lakukan di akhir masa keberadaan saya di kampus. Dua bulan setelah kelulusan, saya justru semakin dibimbangkan oleh sebuah tawaran pekerjaan yang memang pernah saya idamkan dari anak perusahaan yang cukup terkenal di Indonesia, ntah terkenal karena pencapaiannya yang sampai ke pelosok nusantara, atau kebobrokan sistemnya akibat terlena dengan kebesaran nama pendahulunya.

Sisi lain kebimbangan itu adalah.. Mimpi. Mimpi untuk berbuat sesuatu dengan keilmuan saya, Sesuatu yang mungkin kecil dengan harapan bisa menyumbangkan perubahan yang berarti bagi wajah bangsa ini.


Yup!.., sebuah pilihan yang sulit, mungkin akan sangat sulit dan penuh pertimbangan untuk seorang normal yang ber-titel sarjana dari sebuah institut terkemuka di Indonesia. Namun tidak bagi saya.. Sehingga menimbulkan pertanyaan selanjutnya, "Normalkah saya?".


Tapi begitulah kenyataannya, hari itu tertulislah sebuah per

mohonan maaf, untuk sebuah penolakan dari sebuah penawaran yang saya akui sangat menggiurkan.. Penolakan yang berujung pada dimulainya salah satu ekspedisi mimpi di keesokan paginya. Menuju Natuna, salah satu pulau terdepan Indonesia, dimana horizon lautnya lebih luas daripada landskap daratannya.


Sebuah tempat yang ternyata bisa mengistirahatkan ambisi untuk menjelajahi nusantara, sebuah tempat yang menentramkan, tempat yang bersahabat, yang terasa begitu tepat, untuk menjalani mimpi di kehidupan sesungguhnya.